Cerita Seks Terbaru Kagak Usah Di Perkosa Gua Juga Mau |
Pengalaman ini terjadi sekitar 15 tahun yang lalu.
Saya baru saja lulus SMA dan sedang persiapan mendaftarkan diri ke perguruan
tinggi. Saya termasuk pria yang bertampang lumayan, cukup pintar, dan
berperawakan sedang. Panggil saja saya, Bani.
Selama di
SMA, saya mempunyai kelompok teman yang selalu bermain bersama. 4 anak
laki-laki dan 7 anak perempuan. Sebagian besar teman-teman saya melanjutkan ke
perguruan tinggi di luar negeri karena memang sekolah saya termasuk sekolah
elite di kota J yang menghasilkan siswa-siswi dengan hasil lulusan yang cukup baik.
Karena saya berasal dari keluarga ekonomi menengah, pilihan sekolah ke LN
menjadi tidak mungkin. Dari kelompok kami hanya tersisa 3 teman perempuan dan
saya. Kami bingung mau melanjutkan ke mana, tetapi akhirnya kami memutuskan
untuk ke kota B yang mempunyai beberapa universitas swasta dan negeri yang
cukup terkenal.
Saya, Ika, Moza, dan Eni memutuskan untuk mendaftar bersama ke kota B. Di sinilah
petualangan kami dimulai. Kami berkumpul bersama di rumah Eni dan orang
tuanya meminjamkan mobil mereka untuk kami pakai. Kami memang sering pergi
berkelompok dengan meminjam mobil orang tua dan kadang sampai menginap beberapa
hari di luar kota.
Jadi pada
saat kami pergi, orang tua teman-temanku tanpa curiga mengijinkan putri-putri
mereka berangkat ke kota B dan menginap tiga malam di sana. Sekalian liburan
kata kami. Perjalanan ke kota B berjalan lancar dan kami menghadapi ujian masuk
dengan kepercayaan tinggi. Maklum, kami semua termasuk berotak encer. Sore hari
kami setelah selesai ujian masuk, kami segera mencari penginapan yang terkenal
dengan daerah sejuknya di sekitar kota B. Kami menyelesaikan administrasi dan
segera masuk ke kamar.
“Wah!
Ternyata kamarnya besar juga yah! Ada ruang tamunya lagi” kataku. “Bani, kamu
tidur di sofa aja yah! Kita berdua ambil ranjangnya!” sahut Moza. “Yah… Curang…
Kan baru kali ini saya menginap bareng perempuan dalam satu kamar! Siapa
tahu….” komplainku. “Maunya..” kata Eni sambil mendorong diriku ke arah sofa.
Kami semua
menjatuhkan pantat di sofa sambil melepas lelah. Setelah berbincang selama
setengah jam mengenai soal-soal Ujian masuk tadi siang, kami pun bergantian
mandi menyegarkan badan. Kami pun memesan makan malam dari room service karena
kami terlalu lelah untuk keluar mencari makan. Ika akan menyusul besok pagi
dan ketemuan di kota B.
Dia sudah
menghadapi ujian masuk seminggu lalu. Pilihan universitasnya berbeda. Oh iya,
saya belum menjelaskan penampilan teman-teman saya.
Ika : Gadis ini pemalu
dengan badan kecil yang sangat indah. Saya tahu ini karena Ika sangat suka
memakai baju yang menunjukkan lekuk badannya. Dadanya berukuran sedang saja,
34B (saya tahu setelah melihat BH- nya dan BH yang lain nanti). Kecil-kecil imut
merupakan kesan yang diberikannya. Senyumnya
manis sekali.
Moza : Gadis ini juga berbadan kecil tetapi dengan dada yang
terlihat jauh lebih besar daripada milik Ika. 34C ukuran BHnya. Mulutnya kecil
dengan bibir tipis yang memberikan senyum menggoda. Hampir semua anak laki-laki
di sekolahku mengejar dia. Manis dengan dada besar. Siapa yang tidak tertarik?!
Eni : Gadis bertubuh jangkung yang senang memakai kaos longgar dan berjiwa
bebas. Asyik diajak bertukar pikiran, pintar, dan sedikit tomboi. Senang sekali
olahraga dan sangat jago bermain volley. Paling enak jadi lawan mainnya di
lapangan. Posisiku sebagai tosser sering membuatku berada di depan net dan
berhadapan muka dengan Eni. Posisi siap menerima bola dan kaos longgarnya
sering mengganggu konsentrasiku di lapangan.
Eni : “Mau
ngapain nih? Baru jam 6 sore kita dah selesai makan malam”
Moza : “Kita main
kartu aja yuk”
Bani : “Memangnya bawa?”
Moza : “Bawa kok. Ika, ayo
dikeluarin. Kita main poker aja. Pakai uang
bohongan aja. Biar seru ada taruhannya” Kami pun bermain selama satu jam
ketika Moza menyeletuk.
Moza :
“Tidak seru nih.. Bosan.. Gimana kalau dibuat lebih seru?”
Bani : “Maksud kamu,
Za?”
Moza : “Strip poker!!” “Gila kamu, Za!”
Moza : “Kaga berani?” Saya lagi
terpatung dengan keberanian ide Moza.
Eni :
“Siapa takut? Berani kok walau ada Bani!” Pipi saya jadi memerah dan berasa
panas. Ada rasa malu juga. Glek.. saya menelan ludah.. Ada kemungkinan dua
gadis muda cantik akan telanjang di depanku.
Moza :
“Berani tidak, Ban? Diam aja. Malu yah telanjang di depan cewek-cewek?’ Wah,
otakku langsung berputar cepat. Harus memikirkan semua kemungkinan. Jangan
sampai saya kalah dan tidak melihat gadis-gadis telanjang.
Bani :
“Berani dong! Tapi nanti kalian curang, kaga berani buka beneran!”
Moza : “Kalo
ada yang kaga berani buka, kita semua yang paksa buka! Setuju tidak?” Kita
semua menganggukkan kepala menandakan persetujuan. Jantungku makin berdebar
kencang dan kelaminku mulai mengeras karena kemungkinan kejadian di depan mata.
Bani : “Ya
dah.. Aturannya gimana nih Za?”
Moza : “Kita
semua punya modal 1000. Taruhannya setiap kelipatan 10 dan paling besar 100.
Kalau modal 1000 habis, gadaikan pakaian dengan harga 500. Setuju?” Kami semua
setuju.
Bani : “Kita main sampai kapan? Sampai satu orang bugil atau sampai
semua bugil?”
Moza :
“Sampai semua bugil dong! Biar adil!!”
Eni : “Ok deh. Tapi kasihan Bani dong.
Dia kan paling cuma punya 3 potong baju. maksudnya cuma kaos, celana dan celana
dalam. Kita cewek-cewek kan kelebihan BH”
Moza : “Iya yah… Ya udah biar adil,
kita semua lepas BH deh”
Moza langsung dengan cekatan melepas BH merah mudanya tanpa melepaskan kaos dan
melemparkan BHnya ke mukaku. Harumnya BH langsung memenuhi hidungku. Tanpa
kusadari BH kedua pun mendarat di mukaku. Ini milik Eni. BH dengan warna
cream kulit. Hahahahaha… Kamipun tertawa bersama.
Moza : “Ayo mulai! Sudah adil
kan, Ban? Kita masing-masing cuma punya 3 modal”
Bani : “Sebentar.. pakaian
yang sudah ditanggalkan bisa dipakai lagi ga?”
Moza : “Hmm…
TIDAK BOLEH! Yang sudah lepas, tidak boleh dipakai lagi!”
Bani : “Kalau yang
sudah bugil kalah lagi gimana? Kan modalnya habis!!”
Moza : “Banyak nanya yah
kamu, Ban! Gimana Eni?”
Eni : “Boleh dipegang-pegang deh sama yang menang.
Dipegang-pegang selama 1 menit!”
Wah asyik nih peraturannya… Tetapi otakku
sudah mulai pindah ke kelamin nih.. “Pegang doang kaga seru ah, gimana kalo
dadanya dihisap-hisap!”
Moza : “Ih
kamu, Ban…. Mau dong!!” Dengan suara manisnya sambil melirik nakal ke arahku!” Eni dan Moza tertawa terbahak-bahak.
Moza : “Tapi kalau kamu yang sudah bugil
dan kalah gimana, Ban? Saya hisap tititnya yah!!”
Eni : “Wah saya juga mau
hisap titit Bani!”
Benar-benar tidak disangka! 3 tahun bersama di SMA, saya
tidak menyangka teman-temanku ini nakal juga. Permainan pun dimulai. Keahlianku
bermain strip poker di komputer ternyata sangat bermanfaat.
Eni segera
kehilangan modal awal sehingga harus menggadaikan modal berikutnya. Eni hendak membuka celananya, tetapi dicegah oleh Moza.
Moza :”Wah kaga boleh
sendiri yang nentuin buka celana. Bani, mau suruh Eni buka apa?” Wow, thanks Moza! Aku teringat kalau mereka sudah lepas BH, tentunya dengan melepas kaos,
dada Eni akan terbuka.
Bani :
“Tentu saja kaos dong. Kapan lagi bisa lihat payudara dari dekat!” Eni dengan
malu-malu mulai melepas kaosnya dan dengan segera menutupi puting payudaranya
dengan satu tangan. Saya terkesima dengan pandangan indah di depan mata.
Animasi strip poker di permainan komputer tidak seindah pemandangan di depan
mata.
Moza : “Eni.. Mana boleh ditutupin dadanya. Buka dong!” Moza menggaet
tangan penutup payudara dengan segera. Eni sedikit memberontak sambil memerah
wajahnya. Eni tertarik tangannya, memperlihatkan payudara terbuka dan
menggantung indah di depan wajahku. Glek.. saya menelan ludah.
Eni :
“Ban, tutup mulut dong.. Masa sampai menganga terbuka gitu melihat dada gue” Eni dan Moza tertawa. Ini membuat Eni jadi relaks dan pasrah dadanya
terpampang jelas. Wah kalo mereka serius kayak gini, mendingan saya kalah saja.
Mengingat kalau kalah terus, tititku akan dihisap selama 1 menit setiap
kekalahan. Hahahaha.. Otakku kotor juga.
Maka dilanjutkanlah permainan. Dengan
segera saya menjadikan diri telanjang. Celana dalam saya buka perlahan-lahan
memperlihatkan titit yang sudah mengeras sejak tadi. Saat itu, Moza, dengan
payudara montoknya pun tinggal celana dalam saja. Kedua gadis ini memperhatikan
celana dalamku dengan seksama sambil menahan napas menunggu tititku seluruhnya
terlihat.
Moza : “Wah sudah keras yah, Ban! Bagus lho bentuknya!”
Bani :
“Gimana tidak keras… Ngelihat dua pasang payudara yang bagus-bagus!”
Rupa-rupanya Moza sudah tidak tahan lagi. Aku langsung ditabraknya dan tititku
langsung dipegangnya. Dengan gemas Moza mulai mengocok tititku sambil sesekali
dijilatnya. Tentu saja saya tidak tinggal diam. Tanganku mulai meremas-remas
payudara Moza yang cukup besar. Tidak cukup dengan remasan, akhirnya aku meraup
payudara kiri dan mulai menghisapnya.
“Ahh.. Enak
banget, Ban! Terus hisap..” Sambil menghisap payudara Moza, tanganku mulai
melepaskan celana dalamnya. Karena saya tidak mau melepaskan hisapan, tentu
saja melepaskan celana dalam jadi lebih sulit.
Moza membantu dengan melepaskan
celana dalamnya sendiri. Tititku yang menjadi lepas dari pegangan Moza,
langsung disambut Eni dengan kulumannya. Mimpi apa semalam. Dua gadis sudah
mengulum tititku. Kami pun pindah ke ranjang. Saya berbaring di ranjang dengan
titit menjulang langit. Moza melanjutkan memberikan payudaranya untuk saya
hisap dan Eni kembali mengulum tititku. Tangan saya mulai bergerilya ke
vagina Moza. Basah. Licin. Saya pun mulai menggesekkan jari ke clitorisnya.
Licin sekali. Moza pun mendesah dengan kenikmatan yang dialaminya di bawah.
Eni yang melihat Moza mengalami kenikmatan, mengubah posisi pantatnya ke sebelah
mukaku. Badan jenjangnya memang membuat posisi hampir 69 tersebut sangat mudah
terjadi. Tanganku pun menggosok vagina Eni yang juga sudah sangat basah.
Tangan kiri
di vagina Eni, tangan kanan di vagina Moza. Kukocok keduanya dengan
kelembutan yang lama-lama bertambah cepat. Eni dan Moza blingsatan dibuatnya. Eni berguncang hebat sampai melepaskan hisapan di tititku dan mengeluarkan
lenguhan panjang yang sangat seksi. Moza menyusul dengan teriakan yang tidak
kalah seksinya. Keduanya terjatuh di kiri kananku dengan lemasnya. Aku yang
sudah tegangan tinggi tidak mau tinggal diam.
Aku menghampiri Moza dan membuka
lebar-lebar selangkangannya. Terlihat vagina bersih yang sangat indah. Bulu-
bulu halusnya sangat seksi. Aku mulai menggesekkan kepala tititku ke vagina Moza. Ah….. licin dan enak. Belum pernah aku merasakan kenikmatan seperti ini. Moza yang mulai merasakan kenikmatan, mulai bereaksi dengan menggerak-gerakkan
pinggulnya mengikuti irama gesekan.
Moza semakin
meracau…”Oohhh… Aahhh… Ohh.. My… God….. Enak banget Ban” “Terus Ban… Enak… Ahhh… AahhHHH…. AAAHHHHHH…Gila.. Enak banget Titit lu Ban!! Gue dah sampe nih” “Baru
digesek aja dah enak gini yah, Ban… Gimana kalo dimasukin yah? Masukin deh Ban..”
“Serius lu, Za? Lu mau gue perawanin? Gue sih dah nafsu banget nih”
“Iya, Ban… Gue pengen ngerasain titit lu di dalam… Di luar aja dah enak,
apalagi di dalam” Aku tidak pikir panjang lagi.. Langsung berusaha merangsek
ke dalam vagina Moza.
“Oww.. Pelan-pelan Ban.. Sakit tahu!!” “Ok, Za.. Gue pelan-pelan nih” Pelan-pelan
kepala titit gue mulai terbenam di vagina Moza. Terasa mentok. Aku yang tidak
pengalaman berpikir kok tidak dalam yah? “Za, udah masuk belom sih?”
Moza yang
mulai meringis menahan sakit, “Kayaknya sih belom deh… Tapi terusin aja”
“Lu
yakin, Za? Kayaknya lu kesakitan gitu”
“Terus aja, Ban. Gue pokoknya mau
titit lu di dalam gue”
“Ya udah kalo gitu.. Gue terusin nih..” Dengan tiga
sodokan keras yang disertai rintihan Moza, akhirnya tititku masuk juga
sepenuhnya.
“Wah.. Moza… Kayaknya titit gue dah masuk semua nih” “Iya.. Ban…” sambil menahan sakit
“Diam
dulu, Ban.. Jangan digerakin dulu.. Gue masih rada sakit..” Ahh.. nikmatnya
vagina perawan.. tititku berasa banget diremas-remas oleh vagina sempit Moza.
Tanpa kusadari, aku mulai menggerakkan pelan-pelan pantatku. Keluar masuk
secara perlahan. Moza pun mulai bernafas secara teratur dan mulai menikmati
kocokan lembut di vaginanya.
“Pelan-pelan yah Ban… Masih sakit tapi dah mulai
enak nih… Vagina gue berasa penuh banget diisi titit lu” Eni yang dari tadi
menonton menunjukkan ekspresi tidak percaya. “Gila lu berdua.. Beneran ngentot
yah?” Eni pun mendekati TKP dan memperhatikan dengan seksama.
“Gila.. Gila.. Titit lu beneran masuk ke vaginanya Moza, Ban!”
“Iya Eni.. Enak banget
vagina Moza.. Gue bisa ketagihan ngentot nih” Tiba-tiba ada keinginan yang
luar biasa untuk segera sampai.. Kupercepat goyanganku. Moza pun semakin
mendesah menggila.
“Ahhh… Ohhh…Ahhh…Ohhh…Ban.. Gue mau sampe lagi nih”
“Barengan Za.. Gue juga mau sampe..” Di kepalaku tidak teringat lagi pelajaran
Biologi, kalau sperma ketemu sel telur akan menghasilkan zygot yang akan
berkembang menjadi bayi. “Ayo.. Ban… Kita bbaaareeennggg….” Croootttt… Croottt..
Croottt…Tiga kali aku menyemprotkan mani ke rahim Moza. Ahh… Ini perasaan yang
luar biasa… Kenikmatan berhubungan badan dengan seorang gadis muda yang cantik.
Beda banget sama masturbasi. Hubungan langsung lebih nikmat.
Aku langsung
terjatuh lemas di sebelah Moza. Eni yang melihat pertunjukkan langsung
bagaimana bereproduksi mulai mendekati tititku lagi dan menghisapnya dengan
lembut. Nafasku yang tersengal-sengal perlahan-lahan menjadi teratur seraya
menikmati hisapan-hisapan Eni. Dikocoknya perlahan tapi pasti membuat
tititku menjadi tegang kembali. “Ban, jangan dimasukin yah. Ini pengen gue
gesek-gesek ke vagina”
“Iya, Eni” Eni pun mengambil posisi WOT dan mulai menggesek-gesek vaginanya di atas
tititku. “Enak banget, Eni” Goyangan lembut Eni membuat payudaranya
bergoyang-goyang secara anggun.
Pemandangan yang sangat indah. Eni merupakan
salah satu wanita impianku. Tinggi, berdada montok, atletis, senang bercanda,
dan baik hati. Sekarang dia sedang menggesekkan kelaminnya dengan kelaminku.
Ah.. Kepengen masukin deh. Segera kubalikkan posisi sehingga aku sekarang di
atas.
Kakinya kubuka lebar-lebar. Terlihat vagina yang sangat indah. Bahkan
lebih indah daripada punya Moza. Mulus, hampir tanpa bulu. Warnanya pink dan
telah basah mengkilap. Tititku langsung berkedut-kedut melihatnya. Kuarahkan
tititku ke vaginanya.
“Ban, jangan dimasukkin yah!”
“Kenapa Eni? Sudah tidak
tahan nih”
“Jangan Ban… Jangan sekarang” suaranya lembut meluluhkan hati.
Entah kenapa aku berhenti memaksakan kepala tititku. Akhirnya aku hanya
menggesek-gesekkan kepala tititku di muka vagina Eni.
“Ah… Iya Ban.. Begitu saja… Gesek saja terus… Ahh… Ahhh” Eni mulai lebih relaks dan
lebih melebarkan posisi kakinya. Melihat itu, aku semakin cepat menggesekkan
titit. Semakin cepat gesekan, semakin keras desahan Eni. “OOhhhh…
AHhhhh.. Enak Ban… Teruss.. Terusss.. Lebih cepat lagi… Tee..Teeeruussss….
AHHHHHH”
Eni mendapatkan orgasmenya dan cukup banyak cairan O-nya yang keluar. Kasur menjadi
basah sekali. Aku melihat Eni mengalami orgasme yang sangat seksi sampai aku
terdiam terkesima. Eni cantik sekali… Aku benar-benar terpesona.. Sepertinya
aku jatuh cinta dengan Eni.
Moza yang telah cukup beristirahat dan melihat Eni telah lemas mengambil alih situasi. Dipegangnya tititku dan dikocoknya
perlahan. Tititku yang masih belum puas dengan Eni membuat otakku segera
beralih ke Moza dan menyuruhku untuk melampiaskannya ke Moza. Lagi pula tititku
bisa coblos ke dalam Moza. Dengan segera kubalikkan Moza dan kucoba Doggy style
di sebelah Eni yang masih terbaring lemas.
Ternyata
Doggy style memberikan sensasi yang berbeda. Rasanya tidak bisa dituliskan
dengan kata-kata.. Hanya nikmat.. Walaupun Moza yang sedang aku sodok,
tatapanku tidak lepas dari Eni. Eni membuka matanya dan menatapku dengan
penuh kemesraan.
Senyumnya yang manis membuat hatiku bingung. Di sini aku
sedang jatuh cinta dengan Eni, tetapi tititku sedang menikmati pelayanan Moza, dan Eni tersenyum kepadaku. Ah bingung….. Aku pun tersenyum balik ke Eni sambil semakin keras menyodok Moza. Sodokan kerasku yang terus bertubi-tubi
dari belakang membuat Moza tidak dapat menahan diri lagi dan dia mendapatkan
orgasme lagi.
Aku memperlambat sodokanku agar Moza bisa menikmati orgasmenya. Eni bangun dan memberikan payudaranya ke mukaku.
“Hisap Ban!
Biar lu tambah seru!” Ah.. nikmatnya tetek Eni.. Kenyal tetapi kencang. Tentu
saja akibat tetek Eni yang nikmat, goyanganku ke Moza semakin bertambah
cepat. “Gila lu Ban, enak banget sih dientot dari belakang sama lu… Gue.. Mauuuuu… Ahhhhh…” Moza pun orgasme lagi. Aku pun tidak tahan nikmatnya
menghisap tetek Eni sambil doggy ke Moza dan akhirnya.. Croott… Croott… Dua
kali aku semburkan spermaku. “Ban enak banget disemprot elu… Rasanya nikmat..
kayak mandi air hangat.. Tapi ini rasanya di dalam".
Posisi kami belum
berubah.. Aku masih menancapkan titit ke dalam vagina Moza sambil terus
menyemprotkan sisa-sisa sperma dan mulutku terus mengulum, menghisap dan
menggigit-gigit payudara Eni.
“Enak yah Ban, isap tetek gue dan ngentot-in Moza”
“Iya Eni! Cuma impian bisa threesome kayak gini tapi gue bisa ngerasain
kejadian benernya”
“Udah dong Ban, cabut titit lu. Pegel nih nungging melulu”
timpal Moza.
Kucabut
tititku tetapi pandanganku terus menatap mata Eni. Kelihatannya aku
benar-benar jatuh cinta.
Malam itu kami tidur bertiga dalam keadaan bugil. Eni di kananku, Moza di kiriku.
******
Tok tok tok.. Pintu kamar hotel
diketuk. Moza yang telah bangun lebih dulu membuka pintu dan Ika terlihat
telah sampai dihantar oleh orangtuanya.
“Eh.. Ika” Moza panik “Bokap Nyokap lu mana?”
“Tenang Moza, mereka cuma menghantarku kok.. Tadi langsung jalan lagi ke kota C”
“Wah… Lega.. Gue pikir mereka mau masuk ke
dalam”
“Memangnya kenapa Za? Eh… Lu kok kaga pake BH?”
“Itu dia Ika.. Takut
ketahuan.. Gue kemaren berhasil nih”
“Berhasil apaan sih, lu?”
“Gue kasih
perawan gue ke Bani!!”
“Haahh?? Yang bener lu? Eni juga? Kita semua kan
memang kepengen banget dientot Bani!!”
“Eni belum.. Masih perawan dia.. Kayaknya takut.. Tapi udah main juga sama si Bani, cuma belum dimasukin aja”
“Gue jadi horny nih, Za. Bani di mana? Mau gak yah dia?”
“Masih tidur tuh.. Lu
bangunin aja.. Laki-laki kalo dikasih perawan mana ada yang nolak”
“Hahahaha… bener juga lu!”
“Tuh lihat, Ika. Ada yang menonjol di selimut. Dia
masih telanjang lho. Kita kemaren tidur begitu gayanya”
“Eni mana, Za? Kok
kaga ada?”
“Lagi di kamar mandi. Tuh lu urus si Bani aja. Pagi-pagi dah tegak
gitu. Lu hisap aja dulu tititnya”
Ika pun
menghampiri ranjang dan segera menarik selimut sehingga tititku terbuka dengan
leluasa. Aku yang masih tidur tidak sadar apa yang sedang terjadi hanya
mengetahui kalau tititku mengalami kenikmatan. Perlahan-lahan kubuka mataku
berpikir Moza atau Eni sedang mengulum si junior.
“Hah? Ika? Ngapain lu?”
tanyaku tanpa berusaha melepaskan diri. Lagi enak kok masa melarikan diri.
Betul gak?
“Mmlammggii hissmmmaaapp mttiimmtiitttmm mmlu” Jawab Ika dengan
tidak melepaskan muatan di mulutnya.
“Hahahaha” Moza tertawa geli.
“Lanjutin
aja Ika, si Bani kagak nolak tuh.. Cuma ngeliatin lu sambil merem melek gitu” Eni yang mendengar tertawanya Moza, segera melongok keluar dan cukup kaget
melihat Ika sedang mengulum tongkat kenikmatanku.
“Eh.. Ika… Baru sampe
langsung sarapan aja nih” tukas Eni dengan nada yang menunjukkan kekagetan. Eni keluar dari kamar mandi sambil masih mengeringkan rambutnya. Body Eni memang luar biasa.
Aku tidak
bisa melepaskan pandangan dari tubuh langsing dengan payudara yang sempurna
itu.
“Bani.. Jangan ngeliatin gue aja dong.. Ika dah nafsu tuh… Puasin gih… Kayak lu puasin kita berdua kemarin. Iya gak Za?”
“Iya Eni.. Ayo Ban.. Puasin Ika.. Perkosa dia.. Hahahaha..”
“Kagak usah diperkosa.. Orang gue mau secara
sukarela kok” timpal Ika. Mendengar jawaban Ika, aku segera beraksi. Kucium
bibirnya dan kami melewatkan beberapa menit melampiaskannya sambil bertukar air
liur. Ika badannya kecil sehingga dengan mudah kuangkat dari tepi ranjang dan
meletakkannya di ranjang. Kudekati Ika dan menciumnya lagi.
Kali ini tanganku
tidak tinggal diam. Payudara Ika aku pijat dan remas-remas halus. Kaos
ketatnya segera kubuka memperlihatkan tetek mungil yang kencang. Pentilnya
telah keras menjulang ke atas. Pentil yang bagus dan segera kulumat. “Ohh..
Enak banget Ban.. Terus Ban…. Aahhh.. Ahhh..” Ika meracau kenikmatan. Hisapan
dan kulumanku pun bertambah keras. Tititku sudah sangat kencang sekali. Dengan
sedikit agak kasar kulepaskan semua pakaian yang masih melekat di Ika. Wow.. ternyata Ika mempunyai bulu jembut yang sangat lebat. Lebat tapi terlihat
sangat rapi dan terawat. Kudekati vaginanya dan tercium wangi vagina yang
merangsang.
Tapi Eni punya lebih wangi. Ah.. Eni lagi.. Ini ada gadis yang sukarela memberikan
perawannya, kok masih mikirin perempuan lain. Kulirik Eni dan kulihat dia
tersenyum penuh pengertian. Kujilat vagina Ika sambil terus melihat Eni. Eni pun tersenyum terus dan memberikan anggukkannya seakan-akan mengerti
kalau aku sedang bertanya bolehkan aku menjilat memek perempuan lain.
“
Ohh… Oohhh… Enak banget Ban.. Baru dijilat aja gue dah kayak gini..”
“Suruh Bani ngentotin elu, Ika… Pelan-pelan yah Ban.. Kemaren gue cukup sakit lho” Moza menghangatkan suasana.
“Iya Ban.. Masukin dong buruan”
“Yakin lu, Ika?” Aku bertanya kepada Ika tetapi
tatapanku kembali ke Eni. Eni pun mengangguk kembali. Aku pun segera
membuka lebar selangkangan Ika. Vagina Ika terlihat sangat imut, karena
memang Ika orangnya cukup kecil. Tinggi badannya hanya di bawah bahuku
sedikit. Perlahan-lahan aku dorong tititku ke dalam vagina Ika. Ika yang
sudah sangat basah hanya bisa mendesah. Kepala tititku sudah masuk sepenuhnya
tetapi seperti ketemu tembok.
“Siap Ika? Ini dah di depan selaput dara nih.
Tinggal gue sodok masuk” Entah kenapa sekali lagi aku melirik ke Eni dan Eni pun tersenyum kembali. Senyum yang sangat manis. “Iya Ban.. Sodok aja..
Perkosa gue.. Bikin gue hamil.. Gue mau anak dari lu” Ika sudah lupa daratan.
Kupegang pinggul Ika dengan erat dan kudorong dengan penuh kekuatan. Blesss..
Masuk sudah. Ika menitikkan air mata menahan sakit. “Lanjut Ika?” “Iya Ban.
Dah mulai
terbiasa nih. Rasanya penuh banget vagina gue” Proses menyetubuhi Ika pun
segera berlangsung. Keluar.. Masuk… Keluar… Masuk.. Pelan-pelan tetapi pasti
vagina Ika semakin basah. “Gila…. Enak.. Banget…. Tahu gini… Dari kemaren…
Gue…Ikutan… Nginep….” Ika semakin larut dalam kenikmatan. “Ohh… Ooohh… Enak…
Aahh.. Terus.. Ban.. Yang cepat.. Ban!” Kuturuti kemauannya. Semakin cepat aku
menggoyang Ika, payudaranya pun semakin liar tergoncang-goncang.
“Bareng yah Ika.. gue juga dah mau nyemprot..”
“Ayo Ban.. Bikin gue hamil.. Semprot yang
banyak… AAARRRHHHH” Kami berdua pun orgasme luar biasa. Vagina Ika memeras
semua sperma yang ada di tititku. Kucabut tititku dan terlihat tetesan darah
perawan merembesi sprei. Noda darah perawan Ika dan Moza terlihat
bersebelahan.
Wah aku
harus membeli sprei ini dari hotel. Kenang-kenangan pikirku. Eni menghampiriku dan menciumku di bibir dengan ciuman yang sangat lembut.
Tiba-tiba ada perasaan bersalah di hatiku.
Sepertinya Eni tahu karena dia
bilang, “Tidak apa-apa Ban. Kita semua memang ingin menikmati titit lu” dan
kemudian dia menciumku lagi. Ciuman yang penuh mesra. Moza mengganggu ciuman
kami dengan mengambil tititku dan menghisapnya. Eni mengganguk kembali dan
merebahkan tubuhku.
Moza terus menikmati permainannya di bawah. Eni menduduki
kepalaku dan memberikan vaginanya untuk kuhisap. Ah.. Nikmatnya memek Eni.
Kujilat dan kujilat terus sambil kami terus bertatapan mata. Aku benar-benar
jatuh cinta. Pagi itu aku digilir tiga perempuan cantik. Eni tetap hanya
meminta digesek-gesek saja.
Moza dan
Ika berhasil membuatku menyemprotkan sperma di dalam mereka sebanyak dua kali.
Kami baru selesai ketika kami sudah kelelahan dan kelaparan. Sudah waktunya
makan siang.
******
Epilog: Kami berempat berhasil masuk universitas di kota B
dan sepakat untuk mengontrak rumah untuk tinggal bersama. Orang tua kami tidak
ada yang curiga. Mereka pun setuju mengontrak rumah lebih enak daripada
kos-kosan. Bisa masak dan cuci baju sendiri. Tidak takut ada barang yang
hilang. Empat tahun kuliah, sehari pasti minimal sekali aku menyetubuhi salah
satu dari tiga wanita cantik tersebut.
Dengan Eni, selalu hanya gesek-gesek. Dengan Ika dan Moza, tentunya celup-celup
dong. Tidak ada yang hamil karena kami menghitung kalendar dengan sangat
disiplin. Sesudah lulus pun kami masih sering berkumpul untuk “bermain”. Moza bertemu dengan suaminya di tempat kerja. Ika bertemu dengan suaminya di kuliah
S2. Eni akhirnya menjadi isteriku.
Perawannya
baru diberikan pas malam pernikahan. Kami berdua punya dua orang anak. Eni sering mengundang Moza dan Ika untuk bermalam di rumah kami. Saking seringnya,
aku berhasil menghamili Moza dan Ika. Anak kedua Moza dan anak ketiga Ika mirip sekali denganku. Untung suami mereka tidak pernah ada yang curiga.
Alasannya karena sering bergaul denganku, jadi mirip deh anaknya.
Cerita ABG, Cerita Janda, Cerita Perawan, Cerita Perkosaan, Cerita Seks Sedarah, Cerita Selingkuh, Cerita SEX, Cerita Skandal, Selingkuh Ngentot Istri Orang, Ternyata Dia Masih Perawan, Cerita Bokep, Cerita ML, Cerita Dewasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar